JEPARA|lintasindo.id – Rapat koordinasi yang digadang-gadang sebagai forum klarifikasi terbuka terkait penolakan warga terhadap pembangunan Gardu Induk PLN di Desa Tunggul Pandean, Kecamatan Nalumsari, Jepara, pada Senin, 6 Oktober 2025, justru berakhir antiklimaks dan menyisakan kegeraman. Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWOI) DPW Jawa Tengah, yang hadir mewakili suara warga, dengan tegas memilih walk out dari ruang rapat. Alasannya? Jawaban dari pihak PLN dan Pemerintah Desa Tunggul Pandean dinilai bak sandiwara, penuh kejanggalan, dan jauh dari kata transparan.
Suasana rapat yang melibatkan Pemerintah Kabupaten Jepara, PLN, dan sejumlah dinas terkait itu memanas sejak awal. IWOI DPW Jawa Tengah, yang datang membawa data dan bukti kuat dari warga, melayangkan dua pertanyaan krusial kepada perwakilan PLN. Namun, jawaban yang terlontar dari kuasa hukum PLN, Bu Ayu—yang ironisnya adalah perwakilan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah sebagai pengacara negara—justru melenceng jauh.
“Yang kami tanyakan A, yang dijawab Z. Tidak ada satu pun jawaban yang relevan dengan data yang kami pegang. Ini bukan lagi janggal, tapi patut dipertanyakan integritasnya!” tegas Ketua IWOI DPW Jawa Tengah dengan nada tinggi usai meninggalkan rapat.
Tak hanya PLN, Pemerintah Desa Tunggul Pandean pun tak berkutik. Saat dimintai penjelasan mengenai surat undangan rapat yang dianggap janggal dan diminta menunjukkan bukti pembanding atas data IWOI, Sekretaris Desa hanya mampu terdiam. Tak ada jawaban spesifik, apalagi dokumen pendukung yang bisa disodorkan.
“Sekretaris Desa bahkan tak mampu menjelaskan asal-usul undangan yang kami duga bermasalah. Ini semakin menguatkan indikasi bahwa ada ‘permainan’ yang coba ditutupi dengan rapi,” lanjut Ketua IWOI, menggarisbawahi kecurigaan yang kian membesar.
Menurut IWOI, rapat tersebut sudah kehilangan objektivitasnya, berubah menjadi panggung rekayasa informasi yang tidak berpihak pada keadilan. “Rapat itu sudah tidak sehat dan jauh dari kata adil bagi warga. Kami menduga kuat ada skenario manipulasi informasi yang disusun sedemikian rupa untuk menutupi sesuatu yang besar. Maka, walk out adalah bentuk sikap tegas kami menolak sandiwara ini,” pungkas Ketua IWOI dengan kekecewaan mendalam.
Hingga kini, warga Desa Tunggul Pandean tetap teguh menolak pembangunan Gardu Induk PLN, lantaran proyek tersebut dinilai cacat hukum, tanpa perizinan yang sah, dan berpotensi merusak lingkungan serta mengancam keselamatan mereka.
Pasca-insiden walk out ini, IWOI bersama perwakilan warga mendesak keras DPRD Kabupaten Jepara, khususnya Komisi I dan II, untuk segera menggelar hearing resmi yang terbuka untuk publik. Mereka menuntut kehadiran seluruh pihak terkait—mulai dari Pemkab Jepara, PLN, Dinas Lingkungan Hidup, PUPR, hingga Pemdes Tunggul Pandean—agar polemik ini dapat diurai dengan transparan dan menghasilkan keputusan yang benar-benar pro-rakyat.
“Kami tidak anti-pembangunan, tapi kami menolak ketidakadilan dan ketertutupan informasi. Kami ingin keputusan yang diambil nanti adalah cerminan aspirasi dan kepentingan warga, bukan dikte sepihak!” tegas Ketua IWOI Jawa Tengah, menutup pernyataan yang penuh penekanan.
Rapat yang seharusnya menjadi jembatan solusi, kini justru membuka babak baru drama panjang proyek Gardu Induk PLN di Jepara. Bola panas kini berada di tangan DPRD dan aparat penegak hukum, yang dituntut untuk membuktikan keberpihakan mereka pada kebenaran, transparansi, dan keadilan bagi masyarakat Jepara.
Leave a Reply