Advertisement

Dugaan Pungli di SMP Negeri 1 Padamara: Bertahun-tahun Berlangsung, Sekolah dan Komite Kini Jadi Sorotan

PURBALINGGA, LINTASINDO – Gelombang protes dari wali murid SMP Negeri 1 Padamara terus bergulir setelah terbongkarnya dugaan pungutan liar (pungli) yang diduga telah berjalan selama bertahun-tahun. Kasus ini mencuat ke publik setelah salah satu wali murid berani melapor, membuka praktik iuran yang disebut “sumbangan sukarela” namun terasa seperti kewajiban terselubung.

Data yang beredar menunjukkan setiap siswa dibebani total sumbangan sekitar Rp 860.000, dengan rincian iuran map rapor Rp 50.000, program P5 Rp 15.000 per tahun, pembangunan gedung “indoor” Rp 440.000, serta sumbangan laptop yang nilainya mencapai Rp 80 juta. Meski diklaim hasil kesepakatan bersama, para orang tua menilai mekanisme pengumpulan dana itu tidak transparan dan cenderung memaksa.

“Kalau benar sukarela, kenapa ada tenggat pelunasan sampai Mei 2026? Ini jelas bukan pertama kali, tapi baru sekarang ada yang berani buka suara,” ujar seorang wali murid yang enggan disebut namanya.

Upaya konfirmasi awak media pada tanggal 8, 10, 11 November  2025 justru memperlihatkan ketidaksinkronan antara pihak sekolah dan komite. Kepala SMP Negeri 1 Padamara, Titik Widajati S.pd membantah keras adanya praktik pungli dan menyebut semua dana dikumpulkan berdasarkan hasil rapat bersama.

“Itu bukan pungutan liar. Semua bersifat sukarela, tidak ada unsur paksaan atau sanksi,” ujarnya menegaskan.

Namun Ketua Komite Sekolah, Mustaham, memberikan pernyataan berbeda. Ia mengaku telah menjadi sasaran laporan dugaan tindak pidana korupsi, namun menilai tudingan itu tidak berdasar. “Kami siap menempuh jalur hukum. Semua kegiatan penggalangan dana dilakukan secara terbuka dan berdasarkan kesepakatan dengan wali murid,” katanya.

Klaim keduanya justru memperuncing kecurigaan publik. Sebab, laporan dari sejumlah wali murid menyebut praktik iuran semacam ini sudah menjadi “tradisi tahunan” di sekolah tersebut. Beberapa bahkan mengaku khawatir anak mereka akan diperlakukan berbeda jika tak ikut membayar.

Desakan kini mengarah ke Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga agar segera turun tangan melakukan pemeriksaan menyeluruh. Masyarakat menilai, jika praktik semacam ini terus dibiarkan, akan muncul preseden buruk bahwa lembaga pendidikan negeri bisa “menarik dana” dengan dalih sumbangan tanpa pengawasan yang jelas.

Kasus di SMP Negeri 1 Padamara menjadi sinyal kuat bahwa transparansi dan integritas di dunia pendidikan masih rapuh. Sekolah yang seharusnya menjadi ruang pembelajaran nilai kejujuran dan tanggung jawab justru bisa kehilangan kepercayaan publik bila dugaan pungli ini tidak segera ditindak tegas dan dibuka terang di hadapan hukum.

Website |  + posts

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *